SECERCAH
CAHAYA DALAM
KEGELAPAN DI PENJARA SUCI
Ahmad Sadad Alwi, seorang anak lahir dari pasangan yang amat bahagia,
dari ayahanda yang sangat sederhana namun penuh dengan cita-cita dan ibundanya
yang kaya namun setia dan apa adanya.
Hari Kamis Pahing,tanggal
29 Juli tahun 2004 di kota Salatiga, Alwi kecil lahir kedunia dengan iringan
senyum keluarga bahagia, lahirnya anak laki-laki penerus nasab satu-satunya
dari sang kakek, harapan,dambaan,perjuangan dan perjalanan seorang anak harapan
bermula.
2 Bulan usia sang anak, Ketika itu
ayahandanya terpaksa meninggalkan keluarga kecil itu,meninggalkan seorang istri
dan 2 anaknya demi memenuhi kebutuhan dan masa depan keluarga kecil itu,walau
diri dan hati tidak siap, keadaan memaksa seakan-akan ingin menghancurkan
mereka, Alwi kecil pun tumbuh dengan baik, walau kurang mengerti siapa dan apa
itu ayah hingga ia berumur 3 tahun, ayahandanya pulang untuk kesekian kalinya
Ketika seluruh keluarga menyambut dengan bahagia, Alwi kecil berlari karena
rasa takutnya kepada orang asing (menurutnya), hingga ibunya datang memeluk dan
memperkenalkan orang asing itu, dengan pertemuan itu seorang Alwi kecil mulai
paham serta mengenal ayahnya lebih baik.
Beberapa tahun berikutnya Alwi
mengikuti kegiatan semi sekolah, Roudlotul Athfal (RA) sekolah yang setara
taman kanak-kanak, disaat anak-anak sebayanya diantar, ditunggu dan dijemput
oleh kedua orang tuanya, ia lebih sering berangkat bersama sahabat kecilnya,
disaat para murid keluar kelas lalu memeluk orang tuanya serta bercerita tentang hari itu, Alwi dan
sahabatnya saling merangkul merangkul untuk pulang kerumah masing-masing, hari
demi hari yang sama terlewati, persahabatan mereka masih erat bahkan sampai
jenjang Madrasah Ibtidaiyah (Sekolah Dasar) yang masih satu yayasan dengan RA
mereka.
Enam tahun berlalu bukan tanpa
kenangan, 6 tahun dengan teman yang sama, guru yang sama dan suasana yang
hampir sama pula, semua itu sudah terasa kelurga dimata seorang Sadad(sapaan
Ketika itu), beberapa tahun dengan cerita yang indah bagi seorang anak yang
baru mengenal dunia yang luas, mulai mengerti arti hidup, tujuan/cita-cita,
mengenal rasa dan cinta, serta kesabaran.
Dibalik cerahnya siang hari pasti ada
gelapnya malam, begitu pula hidup manusia, ada kala senang ada kala sedih,
Ketika sekolah beranjak kelas 5, Sadad harus menerima keadaan ibundanya sakit
hingga keluar masuk rumah sakit bahkan sampai ke RSU pusat Dr. karyadi Semarang
hingga ia harus menetap di rumahnya hanya Bersama sepupunya saja, disaat
kelulusan Sekolah Sadad dengan di temani bibinya, berjalan menuju tempat
pengambilan raport terakhir, dikala itu bibinya berkata “Selamat ya…..! ,
semoga Ilmumu bermanfaat dan sukses dunia akhirat, Amin….” Sadad tersenyum, ia
merasa bibinya sudah bagaikan ibunya sendiri yang sedang berjuang dengan jiwa
dan raga untuk melawan sakitnya, namun senyum itu hilang Ketika ia sadar bahwa
tidak lama lagi, ia akan berpisah dengan sahabat kecilnya yang akan pergi ke
pondok pesantren di Pati, Jawa Tengah.
Pada hari selanjutnya, Sadad Kembali
merasakan hancurnya hati Ketika ayahnya memutuskan akan membawa anak
laki-lakinya ke salah satu PonPes di kota Solo, walau awalnya niatnya memang
ingin mondok namun Ketika melihat keadaan ibunda yang sakit serta diuji oleh
ALLAH SWT dengan meninggalnya seorang nenek yang sangat ia sayangi, Alwi pun
mulai bimbang, namun apa yang bisa diperbuat anak sekecil itu,ia hanya biasa
memaksakan diri walau dengan berat hati .
Pada tahun pertamanya di ponpes, Alwi
muda mulai menemukan arti sesungguhnya dari tujuan dan cita-cita, mulai
membentuk suatu karakter manusia yang lebih baik dari sebelumnya, mulai
mengenal lebih banyak budaya,suku,Bahasa serta keragaman lain yang belum pernah
ia temui, seperti kata pepatah “Tak akan ada kebahagiaan jika sebelumnya tak
ada cobaan/ujian”, hampir genap satu tahun ia di PonPes tepatnya pada 10
Ramadhan 1440 Hijriyah, seseorang datang di mimpi seorang Alwi muda, ia datang
seakan memberikan kata selamat tinggal untuk selamanya, seseorang itu tersenyum
lalu melambaikan tangan dan Ketika itu pula Alwi melambaikan tangannya hingga
seseorang tadi pergi menghilang, sesampainya di depan pintu ponpes, seorang
pria dewasa dan anak kecil telah menunggunya, mereka mengajak Sadad untuk pulang
tanpa berkata tentang apapun lagi, dan alangkah terkejutnya Alwi muda Ketika
sampai di rumah banyak sekali orang yang berada di sekitar rumahnya, ia tahu
bahwa salah satu orang yang ia cintai telah tiada, ia hanya berkata lirih dari
dalam hatinya “Apa yang membuatmu benci padaku YA ALLAH……?” tanyanya, dan
Ketika ia turun dari mobilnya, jiwa dan raganya melemas tak berdaya hingga
bibinya datang dan berkata “nak, umi mpun sembuh ya, bibimu semua adalah ibumu,
aku…. Aku adalah ibumu nak” ujarnya di telinga sambil menangis, saat itu juga
senyum di bibir anak itu hilang, bahkan kawan-kawan selalu mengingatkan dia
agar tidak lupa untuk tersenyum hari itu, dan kedaan itu bertahan beberapa
bulan bahkan tahun, ia merasa sang pencipta sangat tidak adil, ia bahkan tak
jarang bertanya ”mengapa keadaan ini harus menimpaku, dan mengapa harus tahun pertama, apa aku membuat
kesalahan lalu engkau menegurku….?”, setiap waktu terus ada dibenaknya.
Waktu tetap berjalan, tak terasa
seorang anak kecil itu telah berumur 15 tahun, disaat seorang anak beranjak
remaja Ketika itu harusnya bersuka ria tanpa beban, namun ia berbeda, diberikan
tanggung jawab besar dibebankan untuk menjadi ketua IPMA (Osis Sekolah) dengan
penuh semangat dan motivasi dari orang terdekat, ia menjalankan tugasnya dengan
amat baik.
Kelas 9 pun datang, saat itu dunia
sedang tidak baik-baik saja, dan alangkah terkejutnya semua siswa Ketika
harusnya mereka sibuk Try Out mereka justru harus pulang dan dinyatakan lulus
karena virus, libur Panjang pun berlangsung tidak umum, semua orang hanya sibuk
dengan dirinya dirumah karena menurutnya keluar rumah dapat menimbulkan bahaya,
padahal yang memberikan bahaya, sakit, sembuh, senang dan sedih hanya dari
ALLAH SWT bukan dari makhluk.
Hujan turun hari itu, pak Khoirudin
(ayah Alwi)tiba dirumah dengan membawa teman, yang anaknya sendiri tidak kenal
dengan orang itu, orang dengan jubah putih berkacamata serta bersarung,
memperkenalkan diri sebagai Mas Akhyar Gorontalo, ia seakan telah berteman lama
dengan Ayah Alwi, berbincang hingga larut malam, pagi hari tiba dan hari
berjalan seperti biasa hingga Alwi diberitahukan oleh ayahnya bahwa ia akan
disekolahkan Kembali di ponpes yang berada diluar kota, Ayahnya bilang Sekolah
itu bernama SMK AL-QUR’AN dan DAKWAH ALAM (ADA) Magelang, mendengar itu Alwi
remaja tak kaget karena menurutnya, suasana dan keadaan di Magelang dan Solo
hamper sama.
Pada suatu hari, Alwi diantar oleh
keluarganya berangkat menuju Magelang, tak lama perjalanan dari Kotanya
Salatiga menuju Magelang berkisar 1 jam, mereka sampai di SMK yang dituju, ia
berpamitan lalu masuk ke asrama baru di gedung SMP (waktu itu) karena masih
banyak berita Covid-19 diluar sana sehingga program hanya berfokus ke Al-Qur’an
hingga beberapa bulan.
Hari demi Hari, Bulan berganti Tahun
pertama dijalankan dengan baik walau sedikit berbeda dengan bayangannya, pada
tahun keduanya sekolah membuat program yang unik menurut Alwi, sesuai dengan
judul sekolah Dakwah Alam, program dakwah selama 40 hari pertama dalam hidup
seorang remaja yang bingung akan tugasnya sendiri, kala itu semua siswa dikirim
ke Solo lalu disebar Kembali ke beberapa daerah sekitar, tepatnya dimasjid
-masjid kampung untuk tujuan mengajak orang-orang sekitar agar sama-sama memakmurkan
rumah ALLAH SWT, hari-hari awal Alwi tentang apa itu dan bagaimana dia mau
menjalankan program hingga akhirnya sedikit demi sedikit ia mulai paham,
pengalaman Bahagia, susah, diusir dimuliakan bagai raja pernah dialaminya
hingga tak sadar 40 hari masa itu telah usai.
Menghafal Al-Qur’an adalah sebuah tugas
terpenting ketika di sekolah ini, walau harus hidup dengan apa adanya, namun
hidup ini terasa lebih bermakna, mengenal banyak orang dari luar Jawa, memahami
watak setiap orang dan masih banyak lagi, disekolah ini juga ia tersadar bahwa
tujuan manusia hidup adalah untuk Akhirat yang abadi bukan dunia yang fana, ia
juga mengenal dan lebih mendalami Ilmu khususnya Al-Qur’an yang ia hafalkan
setiap hari hingga waktu ini.
Ketika saya menulis karangan ini
mungkin ia sedang memikirkan bagaimana cara ia bisa setoran hafalan di esok
hari nanti, sebagai penulis saya, Ahmad Sadad Alwi mengucapkan banyak terima
kasih untuk seluruh orang yang pernah saya kenal, saya juga mengharap doa dari setiap
pembaca karena mungkin Ketika anda membaca tulisan ini, anak kecil yang tumbuh
dewasa itu sedang merasakan pahitnya hidup serta kerasnya kenyataan, seorang
boleh merencanakan sesuatu hal yang menurutnya baik, namun ALLAH SWT
sebaik-baik pemilik rencana.
Saya Ahmad Sadad Alwi mengucapkan
terima kasih sekali lagi dan sampai jumpa
WASSALAMUALAIKUM WR.WB
Posting Komentar