PARENT’S DREAM INSIDE KERTAS LIPAT
Apa
kabar sob kakak dan adik – adik para pembaca yang budiman semoga kita selalu
senantiasa diberi kesehatan dan dilimpahkan rahmat oleh Allah SWT. Kala itu di
tanggal 08 September 2005 lahirlah seorang anak laki – laki bernama Fathir
Lintang di kota Timika, provinsi Papua.
Timika
adalah kota kecil yang tak kalah terkenal dari kota – kota lainnya yang ada di
Indonesia, disana terdapat mall, pasar hiburan, supermarket dan juga tempat –
tempat wisata yang menarik. Timika sering kali disebut – sebut dengan kota
“Dollar” karena terdapat perusahaan yang terkenal dan mendunia yaitu PT
Freeport Indonesia (PTFI) perusahaan yang memproduksi tambang emas dan nikel
terbesar di Asia maupun dunia, mak tak asing jika kita mendengar nama itu di
telinga kita.
Masa
kecilnya tidak jauh berbeda dengan anak – anak kecil lainnya , ia sangat rajin
dan taat untuk pergi melaksanakan ibadah sholat berjamaah di masjid, karna saat
kecil ia sudah ditanamkan rasa cinta akan agama dan sudah di ajari sholat lima
waktu oleh kedua orangtuanya.
Berjalannya
waktu ia mempunyai dua adik kandung, ia anak tertua dari dari tiga bersaudara,
adiknya yang pertama seorang laki – laki dan adiknya yang ke dua seorang
perempuan. Lengkaplah keluarga kecilnya walaupun hanya memiliki satu adik laki
– laki dan satu adik perempuan, tetapi ada juga kedua orangtuanya yang selalu
ada dalam setiap keadaan sedih maupun senang sebagai peranan penting dalam
sebuah keluarga.
Ayahnya
berprofesi sebagai seorang karyawan swasta dan Ibunya sebagai IRT (ibu rumah tangga), selain mengurus ia
Ibunya juga harus mengurus kedua adiknya yang masih kecil. Setelah ia berumur
lima tahun ia masuk sekolah TK(taman kanak – kanak) sewaktu TK ia sangat
pendiam, suka mengalah dan tidak banyak berbicara, tetapi sifatnya humble/asik
kalau di ajak kenalan maupun ngobrol
sama orang. Dan waktu itu ia sangat senang dengan pelajaran menggambar
dan berhitung, walaupun berhitung pada saat itu tidak membosankan sekarang
karena waktu itu menggunakan suatu media/benda yang membuat ia bisa belajar berhitung sambil bermain.
Pada
masa TK ia sudah bisa mandiri, mandiri dalam artian sudah bisa berangkat dari
rumah ke sekolah sendiri tanpa diantar orangtua, walaupun memang waktu ia TK
dari sekolah tersedia taksi antar jemput tapi ada juga anak- anak lainnya yang
orangtuanya ikut ke sekolah karena anaknya yang tak berhenti menangis kalau
terpisah dari orangtuanya.
Setelah
lulus dari TK ia pun melanjutkan sekolah dasarnya(SD) di Yayasan sekolah yang
sama sewaktu ia masih TK, saat SD ia mulai memiliki banyak teman baru, karakter
dan sifat nya pun berbeda – beda ada yang cengengesan, pemarah, baperan dll,
itulah yang menjadi ciri khas dalam sebuah pertemanan. Mereka bermain dan
belajar dengan penuh semangat dan ceria. Seiring berjalannya waktu ia sudah berada
di kelas enam, saat ia kelas enam begitu banyak hal yang harus dipelajari dan
juga harus ia kerjakan.
Dua
bulan saat mendekati UN(ujian nasional) ia harus mengikuti program “Full Day
School” program yang dibuat sekolahnya khusus untuk murid kelas Enam, agar
mereka fokus belajar dan meringkas soal – soal untuk persiapan menghadapi UN,
programnya di mulai selepas sholat dzuhur, saat anak – anak yang lainnya(adik
kelas) naik jemputan persiapan pulang. Ia bersama teman – temannya memulai
program tersebut, mereka di di pandu oleh seorang guru, mereka belajar dan
latihan soal – soal yang ada di buku detik – detik berstandar nasional. Mereka
meringkas sekitar empat puluh sampai lima puluh soal per MAPEL(mata pelajaran)
setiap harinya.
Beberapa
jam berlalu adzan ashar pun berkumandang pertanda selesainya program tersebut,
sang guru menutup pembelajaran dengan menyuruh muridnya do’a bersama, buku dan
alat tulis di masukan ke dalam tas, kursi dan meja pun di rapikan serta seisi
ruangan kelas tersebut.
Tidak
terasa waktu berjalan, dua bulan pun berlalu UN telah usai ia dan teman –
temannya mendapatkan nilai yang cukup bagus, ter bayarlah rasa jerih payah
mereka karena telah mengorbankan waktu selama dua bulan full untuk belajar
dengan giat sampai sore hari, beberapa minggu setelah UN usai tibalah sangat
acara kelulusan. Saat pembagian raport ia lulus dengan nilai yang sangat
memuaskan.
Dengan
nilai yang sangat memuaskan ia ditemani oleh kedua orang tuanya mendaftarkan
diri untuk bersekolah di sekolah islam favorit yaitu “SMPIT Permata Papua” atau
dikenal juga dengan as – salam. Itu usulan kedua orangtuanya karena letak
sekolah itu tidak terlalu jauh dari rumahnya
berbeda dengan sewaktu SD yang letaknya jauh dari rumah. Setelah
melewati beberapa tes ujian, ia pun lulus dan akhirnya bisa bersekolah di
tempat tersebut.
Pada saat hari pertama sekolah ia agak malu
untuk berkenalan, karena sebagian besar murid di sana adalah alumni SD dari
sekolah tersebut. Banyak kesulitan dan keseruan yang ia temui saat hari – hari
ia lalui di sana, apalagi saat MOS(masa orientasi siswa) atau pengenalan
lingkungan sekolah, banyak sekali kenangan yang ia dapatkan yang tidak bisa
dilupakan.
Waktu
terus berlalu tak terasa ia sudah duduk di bangku kelas delapan, saat kelas
Delapan itu adalah masa – masa ia pubertas, dimana ia merasa bahwa dirinya
sudah bukan anak – anak lagi. Ia sudah mengenal dan tertarik dengan lawan
jenis, ia juga pernah melakukan beberapa pelanggaran, sampai – sampai ada suatu
pelanggaran yang membuat ia di skorsing dan diberi SP 1(surat peringatan
pertama), ia melakukan perbuatan tersebut bersama beberapa temannya, ia
kemudian menyesali perbuatan tersebut, dan kini hanya menjadi kenangan dan
bahan cerita pada saat mereka dewasa nanti.
Hari
demi hari tak terasa ia sudah di penghujung tahun pembelajaran kelas Sembilan,
demi persiapan untuk menghadapi UN(ujian nasional) ia dituntut banyak belajar
soal – soal di buku detik – detik, belum lagi BIMBEL(bimbingan belajar)
tambahan sampai – sampai ia membeli banyak buku detik – detik yang pada
akhirnya buku itu jarang di di bahas dan di pakai, dikarenakan terjadi
‘lockdown” akibat masuknya wabah penyakit yang menggemparkan dunia yaitu covid
19 ke Indonesia.
Awalnya
ia hanya diberi libur satu minggu tapi ternyata ia libur hampir setahun. Bupati
kota Timika menutup semua sekolah dan menetapkan pembelajaran VIA
daring(online) agar “Stay At Home” demi memutus rantai penyebaran virus
corona(covid 19).
Sebagaimana
anak seusianya, ia merasa sangat senang bahwa sekolah di liburkan, walaupun ia
juga merasa sedikit was – was dengan adanya virus corona yang merajalela di
mana – mana, kini kenangan selama ia di sekolah terasa berharga baginya.
Di
hari – harinya VIA daring, makin lama belajar lewat daring bukannya membuat ia
semakin tambah pintar tapi malah membuatnya semakin tambah malas, saat ia
bangun pagi ia hanya menceklis absen dan langsung main game online, apabila
notifikasi tugas tiba – tiba muncul di hpnya, ia segera mengerjakannya bersama
teman – temannya. Itu pun sebagian besar jawaban, mereka ambil dari internet,
terkadang saat ia sedang pusing karena materi yang diajarkan susah untuk ia
pahami, ia menambah wawasan dan pengetahuan di website “Brainly”. Karena materi
yang ada di website itu sangat mudah untuk di pahami, berbeda dengan di group
daring yang materinya rada – rada susah untuk ia cernah dan pahami. Kalau tidak
ada tugas ia pun segera memainkan game online lagi bersama temannya.
Setiap
pagi ia di tuntut oleh guru – gurunya agar rutin melakukan olahraga, berjemur,
dan membaca buku. Biasanya ia jarang melakukannya dan hanya menceklis kolom
“sudah dijalani”.
Tak
terasa waktu berlalu, selesailah semua ujian praktek yang di hadapinya,
ternyata UN pada tahun itu diadakan dan di ganti dengan menghitung nilai rata –
rata pada setiap MAPEL. Acara wisuda yang sudah di persiapkan jauh hari sebelum
UN pun kini tiada begitu saja, namun Bapak sekolahnya tidak menyerah begitu
saja dan ingin agar siswa – siswinya tetap di wisudakan bagaimanapun caranya.
Akhirnya
ia bersama seluruh teman – temannya pun wisuda meskipun hanya VIA aplikasi
Zoom, meski sempat kecewa karena tidak seperti angkatan – angkatan sebelumnya,
tetapi ia tetap bersyukur masih bisa merasakan wisuda walaupun hanya lewat
online karena memang situasi dan keadaan pada saat itu tidak mendukung untuk
melaksanakan wisuda secara offline. Singkat cerita ia pun lulus dengan nilai
yang cukup bagus, angkatan pada saat itu pun sering disebut dengan angkatan
“corona” karena pada saat itu kasus virus corona lagi tinggi – tingginya dan
sedang panas – panasnya.
Setelah
lulus kedua orangtua nya ingin ia bersekolah sambil mondok supaya ia
melanjutkan hafalan al qur’annya, ia pun mencari informasi tentang sekolah
berbasis pondok yang akan ia tuju, setelah dua minggu mencari ia belum juga
menemukan sekolah yang cocok untuk dirinya. Sang Ayah pun menawarkannya untuk
bersekolah di SMK ADA(al – qur’an dan dakwah alam) yang terletak di Magelang,
Jawa tengah tepatnya di desa krincing, sekolah yang berfokus untuk menghafal al
– qur’an dan juga pelajaran formal serta agama. Kebetulan ada juga beberapa
saudaranya yang mondok di sana tetapi saudaranya tidak mengambil program formal
akan tetapi hanya mengambil program agama saja. Akhirnya ia pun menerima
tawaran sang Ayah.
Kedua
orang tuanya pun mendaftarkannya lewat situs online, setelah semua urusan
pendaftarannya selesai ia pun tinggal menunggu hari keberangkatannya ke Jawa
tengah. Setelah beberapa bulan menunggu akhirnya kasus covid 19 sudah meredah
dan akses bandara sudah bisa beroperasi. Hari keberangkatan pun tiba, ia dalam
perjalanan menuju bandara, ketika sampai di bandara ia langsung check in,
timbang barang dsb. Setelah semuanya selesai ia bersama Ibu dan kedua adiknya
masuk ruang tunggu, sebelum memasuki ruang tunggu ia berpamitan kepada sang
Ayah yang hanya mengantarnya sampai bandara, kesedihan pertama pun muncul saat
meninggalkan Ayahnya. Sang Ayah pun sedih melepas keluarga kecilnya pergi.
Empat
jam di pesawat akhirnya sampailah ia di bandara solo Adi Soemarmo, ia di jemput
oleh ustadz Zaid dan istrinya, yang kebetulan istrinya adalah teman dari sang
Ibu, ia pun pergi menuju desa krincing tempat sekolah barunya berada,
sesampainya di desa krincing ia mendatangi kos – kosan yang sudah di pesankan
oleh teman Ibunya tadi. Di samping kos – kosan kebetulan ada ustad yang Namanya
ustad Zakaria, ia selaku pengurus siswa baru yang akan masuk. Ia bersama sang
Ibu dan kedua adiknya segera memasukan barang dan bergegas untuk beristirahat
karena lelah selepas perjalanan panjang.
Setelah
tiga hari di kos – kosan ia pun mengemas barangnya dan bersiap berangkat menuju
sekolahnya yang baru, ia berpamitan dengan Ibu dan kedua adiknya, kesedihan
mendalam pun muncul kembali saat ia akan pergi meninggalkan keluarga kecilnya.
Ia pun pergi menuju sekolah barunya di antar oleh ustad Zakaria, sesampainya
disekolah ustad Zakaria langsung
menyerahkan ia kepada ustad Nizar yaitu ustad pembimbing di asramanya, ustad
Nizar pun mengarahkannya ke asrama dan memberikan arahan. Kesan pertama saat
bertemu dengan ustadz Nizar, beliau sangat baik dan ramah kepada semua siswa.
Orangnya juga asik, dan sangat menekankan kebersihan karena sangat risih kalau
ada kotoran walaupun sedikit.
Hari
pertamanya di sana ia sempat merasa sedih jika lagi sendirian, ia teringat
keluarga kecilnya, karena baru kali pertamanya bersekolah di tempat yang jauh
dari orangtua. Hari kedua ia sempat mengalami sakit demam karena tubuhnya
sedang beradaptasi dengan dinginnya udara di desa itu berbeda dengan tempat
kelahirannya yang suhu udaranya panas dan hangat. Di hari ke tiga ia akhirnya
bertemu dengan pak Puji yaitu kepala sekolahnya, ia menyalaminya dan berbincang
– bincang hangat sebentar, setelah itu pak Puji memberikan penyemangat dan
motivasi kemudian pamit meninggalkannya karena masih ada banyak urusan lagi
yang harus dikerjakan oleh pak Puji. Kesan pertama saat bertemu dengan pak
Puji, beliau orangnya selalu semangat, sangat ramah dan sabar dengan tingkah
laku murid – muridnya, selalu memberi semangat dan sering meninggalkan motivasi
yang bagus murid – muridnya.
Hari
– hari di sekolahnya ia menjalani program – programnya dengan berat karena ini
kali pertamanya ia harus tidur jam sepuluh malam dan harus sudah bangun sebelum
jam empat subuh. Dan ia juga harus mengejar target qur’annya juga harus
mengejar pelajaran formalnya, namun semua rintangan itu ia jalani dengan sabar
dan tabah, hingga akhirnya setelah ia menjalani semua itu berbulan – bulan
lamanya ia pun sudah terbiasa dengan kehidupannya yang baru di sekolah itu.
Hari
demi hari, hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun,
sampailah ia di tahun terakhir di sekolah itu, semua suka duka telah ia lewati
dan ujian dari berbagai arah telah ia rasakan, baik itu ujian dari hafalan,
ujian dari lingkungan, ujian dari guru dan juga teman – teman yang berbeda –
beda watak dan asal daerahnya(mulai dari ujung Sabang sampai ujung Merauke ada
di sekolah itu), tetapi semua itulah yang membuat ia makin dewasa dan siap
untuk menghadapi rintangan yang lebih berat di kemudian hari.
Tepat
saat cerita ini di tulis ia tinggal dua bulan lagi akan lulus dari sekolah itu,
semoga semua ilmu dan hafalan qur’an yang ia dapatkan di sekolah itu dapat
bermanfaaat dan berkah bagi dirinya dan umat seluruh alam. Aamiin ya rabbal
alamin.
“Bersyukurlah ketika
merasa lelah, tidak semua orang bisa sekuat kamu, jangan menyerah, kebahagiaan
akan hadir setelah lelahmu, melihat kadar kesuksesan orang lain hanya akan
membuatmu kelelahan, maka ciptakan sendiri standarmu." @_liintang72
Posting Komentar