From MIPA to ADA
karya: ahmad ibrahim
Dari
SMA hingga ke SMK, dari jurusan MIPA (lebih dikenal dengan jurusan IPA) hingga
ke jurusan perikanan. Suatu hal yang tidak pernah terbesit dibenakku, namun
nyata terjadi. Allah Swt. dengan sifat Maha Kuasa-Nya mampu mengubah-ubah
kehidupan makhluk-Nya dengan mudah, termasuk kehidupanku. Disini aku akan
menceritakan cerita singkat perjalanan hidupku sebelum masuk SMK ini hingga
saat ini, ketika cerpen ini ditulis.
Ahmad
Ibrahim itulah namaku, dan seperti yang telah kalian ketahui melalui judul
cerita ini aku merupakan siswa pindahan. Berasal dari keluarga sederhana dengan
ayah yang berprofesi sebagai guru di suatu Sekolah Menengah Pertama dan ibu
sebagai IRT. Aku dilahirkan 17 tahun yang lalu tepatnya tanggal 22 Januari 2006
di kabupaten yang sama dengan pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya berasal,
yaitu Purworejo. Aku adalah anak kelima dari lima bersaudara. Di keluargaku
kata “Mondok” sudah tidak asing lagi karena semua kakakku pernah memasuki dunia
pesantren, walaupun sebagian besar sekolah sambil mondok. Alhamdulillah 2
diantaranya sudah selesai hafalan Qur’annya (semoga pembaca dan penulis sendiri
dapat segera menyusul Aamiin...)
Bersekolah
di SMP dan SMA terfavorit lalu kuliah di universitas terbaik kemudian bekerja.
Inilah angan-anganku ketika masih SD dan mungkin juga angan-angan banyak orang,
yang nyatanya tidak semua berjalan sesuai ekspektasi. Aku mulai masuk sekolah
dasar pada saat umurku 6 tahun. Aku bersekolah di SDN Kemiri yang tak jauh dari
rumahku. Saat SD aku benar-benar digembleng dalam hal pelajaran formal terutama
ketika kelas 6. Setiap harinya berlatih soal hingga berpaket-paket, menghafal
dan saling simak materi-materi Ujian Nasional dengan teman sebelum pulang
sekolah bahkan hari libur pun yang biasanya digunakan untuk bermain dan
nyantai-nyantai, masih ada tugas kerja kelompok untuk berlatih soal lagi dan
mendiskusikan jawaban dari soal yang baru saja dijawab. (ini ketika semester 2,
saat di semester 1 agak lebih santai). Setelah berjuang sedemikian rupa, aku
mendapatkan NEM (Nilai Ebtanas Murni) 28,95. Selama SD aku tidak begitu
banyak mengikuti lomba dan mendapat piagam, sehingga aku mendaftar SMP dengan
nilai UN murni. Aku mendaftar di SMPN 3 Purworejo, SMP terfavorit kedua kala
itu yang mana dulu adalah tempat pak Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah)
bersekolah.
Masa-masa
SMP berjalan dengan lambat namun pasti. Dalam masa 3 tahun ini tidak banyak
drama-drama percintaan, persahabatan, ataupun yang lainnya. Selama di SMP ini
aku berkesempatan mewakili sekolah dalam lomba Olimpiade Sains Nasional (OSN)
bidang IPA dan mendapat juara 3 ditingkat Kabupaten Purworejo. Kemudian lomba
Cerdas Cermat Islam (CCI) Juara 1 tingkat Kabupaten Purworejo dan mendapat
juara 3 di tingkat Provinsi Jawa Tengah. Oh iya, ketika SMP aku juga sekalian mondok.
Jadi pulang-pergi sekolah ke pondok. Pondokku adalah pondok tahfidzul Qur’an
yang di asuh oleh KH. Zainal Abidin. Awal masuk aku diajarkan bacaan tasyahud,
kemudian mulai menghafal juz ‘amma atau juz 30 dan 4 surah penting yaitu
Yasin, Ar-Rahman, Al-Waqiah dan Al-Mulk. Lalu bin nadhor
(setoran baca dari juz 1 hingga juz 30), jika sudah khatam bin nadhor barulah
mulai bil-ghaib (hafalan). Aku mondok tidak genap 3 tahun melainkan hanya 2
tahun 3 bulanan. Dikarenakan ketika kelas 9 tugas-tugas dan les semakin
bertambah yang otomatis membutuhkan waktu istirahat yang lebih sehingga aku
memutuskan untuk meninggalkan pondok pesantren alias boyong. Apabila di pondok waktu istirahat kurang terpenuhi dengan
baik karena pondok sendiri mempunyai program-program yang sudah dijadwalkan dan
harus dilaksanakan. Aku pun tetap bersekolah di SMP hanya saja pulang pergi
bukan lagi ke pondok tapi ke rumah. Selama mondok disini, Alhamdulillah aku
mendapat hafalan 5 juz.
Kembali
ketika di SMP, ujian praktik kelas 9 sudah usai dan kini tinggal menunggu
datangnya UN beberapa minggu lagi. Namun karena adanya virus korona semua
sekolah diliburkan selama 2 minggu. Awalnya kukira setelah 2 minggu akan
kembali seperti biasanya, eh malah berlanjut sampai hampir 2 tahun lamanya. Saat
itu aku masih bersikukuh untuk melanjutkan ke SMA, yang benar-benar pure hanya sekolah tidak sambil mondok
karena ingin merasakan masa putih abu-abu layaknya orang-orang yang katanya
adalah masa paling indah dan berkesan. Masa yang penuh dengan lika-liku remaja, dari
cerita cinta, persahabatan, kekonyolan, hingga kenakalan. Mengenai menghafal
Al-Qur’an? Tidak pernah terpikirkan untuk kembali kulanjutkan.
Singkat
cerita UN pun ditiadakan dan diganti dengan Asesmen Nasional (AN). Acara
kelulusan yang merupakan momen penting dan ditunggu-tunggu dengan perayaan yang
meriah pun tidak diselenggarakan karena pandemi covid-19. Aku mendaftar di SMA
1 Purworejo menggunakan nilai UN ditambah nilai piagam dari lomba CCI dan
hasilnya? Aku diterima di jurusan MIPA (Matematika Ipa). Awal masuk kelas 10
hingga kenaikan ke kelas 11 hampir semua kegiatan belajar mengajar berjalan
secara daring dan jujur saja aku merasa kesulitan untuk mengikuti pelajaran
dengan cara seperti ini. Selain tidak bisa bertatap muka langsung dengan guru,
aku yang notabenenya agak lambat dalam beradaptasi dan bergaul dengan teman
semakin kesusahan mengikuti kegiatan pembelajaran. Akibatnya banyak materi yang
tidak kupahami dan tugas-tugas yang semakin menumpuk. Jika ada tugas yang
gampang maka langsung ku kerjakan, jika tugasnya susah biasanya aku bertanya ke
teman tapi lebih sering tidak dijawab sehingga aku pun lebih memilih bermain
daripada mengerjakan tugas, baik bermain IG, YT, maupun game online. Ketika itu
aku lebih sering bermain game. Game yang kumainkan adalah Mobile Legends, aku
terus bermain dan bermain hingga mencapai rank mythical glory point 1100 (jika
ingin lihat ini nickname nya N E B U L A ?). Dalam masa seperti ini, aku
merasakan kehidupanku makin tidak jelas, hilangnya semangat belajar,
produktivitas yang semakin menurun, jadwal berantakan, dan mengaji pun jarang,
hingga datanglah ujian kenaikan kelas.
Ketika PAS (penilaian akhir semester) tiba, kuputuskan untuk
mengurangi bermain dan fokus untuk menghadapi ujian. Disinilah sering terlintas
di pikiranku untuk berubah menuju kehidupan yang lebih baik dan meninggalkan
kebiasaan buruk yang kujalani selama satu tahun terakhir. Dikarenakan daring
yang memperlambat dan menyulitkan kegiatan belajarku, maka aku menyadari untuk
secepatnya dapat belajar secara tatap muka langsung, entah itu menunggu
hilangnya covid-19 atau pindah ke sekolah atau pondok yang kegiatan belajarnya
tidak secara daring. Mengingat ketidaktahuanku mengenai berakhirnya pandemi dan
bisa saja hingga bertahun-tahun, pindah sekolah adalah pilihan yang kupilih
saat itu. Walaupun hasil raportku menyatakan bahwa aku naik kelas dan bisa saja
aku tetap melanjutkan kelas 11 di SMA itu, akan tetapi tekad untuk pindah
sekolah semakin kuat. Ketika hal ini kuutarakan kepada orangtuaku dan
jawabannya adalah “Ibrahim, yakin mau pindah? Apa gak eman-eman masuk SMA 1 kan
susah, banyak orang yang ingin sekolah di sana tapi Ibrahim malah pindah.”
“yakin Pak, Bu. Kalau tetap lanjut belajar lewat HP makin sulit belajarnya.
Soal pindahnya kemana, ke pondok pesantren pun gak papa Pak, Bu asalkan
belajarnya ketemu sama guru dan teman-teman langsung.” jawabku. Orangtuaku pun
setuju dan semenjak itu, akupun memulai kehidupanku yang baru.
Sekolah
pindahan yang kutuju pertama kali ialah Sekolah Ta’mirul Islam Solo yang
sebelumnya berada di Sragen. Akan tetapi karena suatu hal ayahku tidak sreg dan
mencari sekolah yang lain. Bukan suatu kebetulan (Kebetulan adalah takdir, dan
takdir bukanlah kebetulan) saudara ipar laki-lakiku yang pernah mondok di Darul
Mukhlasin, Payaman II memberi tahu ada sekolah kejuruan berbasis pondok
pesantren (Boarding School) yang masih satu yayasan dengan Darul Mukhlasin di
Krincing, Magelang. Ayahku lalu menghubungi kepala sekolahnya yaitu Pak Puji
Raharjo untuk menanyakan tentang SMK dan perihal perpindahan siswa. Selang
beberapa hari berangkatlah aku beserta keluargaku ke SMK Al-Qur’an dan Dakwah
Alam. Sesampainya disana, oleh seorang ustadz dijelaskan berbagai hal mulai
dari kegiatan sehari-hari hingga program-program yang harus dijalankan.
Dikarenakan pada saat itu 1 angkatan kelas 11 diadakan program sehingga aku pun
langsung ikut menyusul teman-temanku di Solo. Programnya adalah khuruj
fisabilillah yang bertujuan untuk memperbaiki kerohanian dan keimanan kita dan
mengajak orang lain untuk menjalankan perintah Allah SWT. dan mengamalkan
sunnah Baginda Rasulullah saw. Selama waktu inilah aku mulai mengulang hafalan
Qur’anku yang telah lama kutinggal.
Program
khuruj pun selesai, aku mulai menjalani hari-hariku di SMK dengan sepenuh hati
dan sungguh-sungguh untuk menebus satu tahun sebelumnya. Kurasakan nuansa
pondok lebih terasa saat disini dibanding saat di SMP dulu karena letaknya jauh
dari rumah sehingga lebih jarang pulang. Berbeda ketika mondok saat SMP jarak
antara pondok dengan rumah hanya sekitar 7 km jadi lebih sering pulang ke
rumah.
Sekolah baru, guru dan teman-teman baru yang berasal dari
berbagai daerah dari Sabang hingga Merauke memberikan kesan tersendiri yang tak
mungkin kudapatkan jika aku berdiam diri di daerahku. Saling bertukar cerita
dan pengalaman mengenai kebudayaan daerah masing-masing, mendengar berbagai
bahasa dan logat membuat aku seolah-olah sedang bersekolah di sekolah
berstandar nasional, yang mempunyai kelebihan yaitu tidak hanya mendapatkan
ilmu dunia tetapi juga ilmu akhirat sehingga bisa sukses di dunia dan selamat
di akhirat, seperti yang telah disabdakan oleh Nabi Muhammad saw.,
“Barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) dunia, maka
hendaknya dengan ilmu. Dan barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) akhirat,
maka hendaknya dengan ilmu. Dan barangsiapa
yang menginginkan (kebahagiaan) dunia akhirat, maka hendaknya dengan ilmu.”
Satu tahun
di SMK berhasil kulewati dengan cukup baik. Aku mendapatkan ranking 1 dari 30
siswa ketika semester 1 dan memperoleh hafalan 11 juz selama kelas 11 (termasuk
hafalan saat di SMP dulu) dan kini ketika cerita ini ditulis aku sudah berada
di kelas 12 lebih tepatnya di bulan November, aku sedang berusaha untuk
menyelesaikan hafalan Qur’anku sebelum meninggalkan sekolah ini. Alhamdulillah
hafalanku sekarang telah mencapai 21 juz. Aku sangat bersyukur kepada Allah
SWT. yang telah memberiku kekuatan untuk dapat menghafal Al-Qur’an yang mulia.
Mengenai kepindahanku ke SMK ini, tidak ada rasa penyesalan sedikitpun walaupun
dalam segi pelajaran formal kurang optimal tapi akan lebih disesalkan lagi
seandainya aku memilih untuk tetap bertahan di SMA ku dulu, mungkin sekarang
aku tidak akan melanjutkan hafalanku dan hanya bermain-main tanpa memikirkan
masa depan. Inilah cerita hidupku ambil yang bernilai positif dan buang
jauh-jauh yang negatif cukuplah jadikan sebagai pelajaran. Sekian
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Posting Komentar